Matahari hampir menghilang di balik pegunungan hulu Sungai Mahakam, kawasan terpencil yang berbatasan darat dengan Malaysia, tepatnya di sebuah kampung di Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur.
Saat itu di kampung tersebut ada sekitar 50 warga baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak hingga dewasa masih menari dan berputar-putar mengelilingi titik tak terlihat di halaman lamin adat.
Tarian yang mereka sajikan bukan sekadar untuk hiburan, namun gerak tersebut merupakan ritual khusus yang mereka namakan Hudoq Kawit, sebuah ungkapan besar adat Dayak yang diterjemahkan dalam bentuk persembahan bagi Sang Penguasa alam. Tujuan dari persembahan ini adalah sebagai pengharapan agar padi yang baru mereka tanam bisa tumbuh dan panen memuaskan, sebuah permohonan agar Sang Penguasa mengirimkan ruh leluhur dari nenek moyang mereka untuk menjaga padi agar jangan sampai dimakan hama atau diganggu apapun.
Dalam ritual adat ini, lelaki dewasa mengenakan topeng kayu bermoncong panjang yang mirip burung enggang, burung khas pedalaman Kalimantan. Di bagian atas topeng ada tapung (topi) yang di atasnya tertancap puluhan helai bulu burung enggang, sementara mulai pundak hingga mata kaki pelaku ritual ditutupi beberapa lapis daun pisang yang berfungsi sebagai pakaian.
Kemudian yang perempuan baik remaja maupun kaum ibu, sebagian mengenakan pakaian adat Dayak Bahau, sebagian yang lain mengenakan atasan putih dan bagian bawah dari beberapa lapis daun pisang yang didesain seperti rok. Masing-masing peserta perempuan di bagian kepala ada tanaman rambat yang dilingkarkan hingga terbentuk seperti topi. Sementara peserta ritual anak-anak mengenakan baju dari kulit binatang yang masih utuh bulunya.
Peserta ritual ini berputar-putar mengelilingi sebuah titik yang sebenarnya tidak ada titiknya, namun titik putar tersebut seolah sudah disepakati bersama. Diiringi musik tunggal berupa beduk dengan hitungan tiga per empat, para peserta ritual berkeliling sambil menggerakkan tangan dan menghentakkan kaki sesuai dengan irama musik.
Ketika hari sudah di ambang senja, salah seorang panitia ritual mengumumkan bahwa Ritual Hudoq Kawit sore itu segera berakhir dan akan dilanjutkan pada malam hari. Panitia juga mengumumkan bahwa pada malamnya, penonton yang ingin bergabung dalam barusan tari, boleh langsung masuk dan mengikuti gerakan yang dilakukan oleh para penari.
Ritual penghormatan untuk padi, rutin digelar setiap tahun di kisaran Oktober, yakni ketika musim hujan datang yang merupakan awal musim tanam padi. Padi yang mereka tanam merupakan padi gunung yang hanya mengharap tadah hujan sehingga musim tanam dan musim panen hanya terjadi sekali setahun.
Berjubel Saat berlangsungnya ritual adat hingga menjelang senja tersebut, warga dari berbagai kampung yang tersebar di Kecamatan Long Bagun, Mahakam Ulu, tampak berjubel memadati jalan dan pinggiran lamin untuk menyaksikan ritual adat Hudoq Kawit yang digelar di Lamin Adat Kampung Long Bagun Ulu.
"Ritual adat Hudoq Kawit ini digelar karena kemarin kami sudah selesai menanam padi ladang. Jadi, ini merupakan upacara sakral untuk yang kuasa dengan harapan agar padi yang kami tanam menghasilkan panen bagus," ujar Petinggi Kampung Long Bagun Ulu Petrus Higang Lasah.
Sedangkan kesakralan upacara dilakukan setelah menanam padi, hal ini dimaksudkan karena padi merupakan makanan pokok bagi masyarakat setempat sehingga padi dianggap tanaman yang bisa memberi kehidupan baik bagi manusia maupun binatang pemakan tumbuhan.
Petrus Higang ikut menari Hudoq Kawit di halaman lamin setempat. Ia memakai pakaian Hudoq lengkap seperti baju dari daun pisang dan topeng Hudoq. Ia menari bersama puluhan warga lainnya baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak juga turut menari.
Ritual ini digelar pada sore dan malam hari. Dalam kesempatan itu, tampak panitia dan petinggi kampung mempersilahkan penonton yang ingin menari bersama, tidak malu-malu ikut, sehingga siapa saja yang ingin menari diminta mengikuti gerakan para penari, karena gerakannya tinggal mengikuti langkah penari sambil memutari titik yang sudah ditentukan.
Menurut Petrus, padi merupakan tanaman ciptaan sang penguasa yang mampu memberikan kehidupan, sehingga padi harus diperlakukan secara khusus sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan.
Untuk itu, lanjutnya, melalui ritual Hudoq Kawit guna mengundang ruh dari langit, maka ruh tersebut yang akan menjaga tanaman padi sampai berbuah dan memperoleh panen memuaskan.
"Topeng Hudoq yang kami pakai ini merupakan jelmaan ruh dari atas sana yang diperintahkan oleh nenek moyang kami. Ruh-ruh yang menjelma menjadi topeng inilah yang menjaga tanaman padi kami," ujarnya sambil tangannya menunjuk topeng kemudian menunjuk langit saat menjelaskan asal-usul topeng Hudoq.
Setelah Hudoq Kawit ini, masih ada rangkaian upacara lain yang ditujukan sebagai perhatian untuk padi, yakni ketika padi sudah mulai berisi (emping), kemudian ritual lanjutan ketika setelah panen sebagai ucapan syukur atas panen yang berhasil.
Ritual kedua dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Kuasa atas rahmat berupa padi yang mulai berisi, karena mereka memastikan bahwa padi yang mulai berisi (padi muda) tersebut memiliki kemungkinan besar akan tumbuh padat dan menguning sampai masuk masa panen. Saat ritual kedua ini, sebelumnya mereka mengambil sebagian kecil padi ketan muda (emping) untuk dimasak dan dibungkus dengan daun pisang. Emping inilah yang kemudian dimakan bersama masyarakat saat berlangsungnya ritual kedua.
Sedangkan ritual ketiga merupakan ritual lebih besar karena doa atau pengharapan yang selama ini mereka nantikan benar-benar terwujud, yakni mereka bisa panen memuaskan sesuai keinginan.
Dalam ritual panen ini, biasanya mereka membawa beberapa hewan untuk disembelih dan dimakan bersama. Dalam pesta ini, masyarakat adat juga mengundang tamu maupun beberapa tetangga kampung untuk turut merayakan.
Agenda Tahunan Guna menggaungkan gema tradisi budaya warga perbatasan, mulai tahun 2018 Pemkab Mahakam Ulu menetapkan upacara Hudoq sebagai agenda tetap pesta budaya tahunan, sehingga tradisi ini akan tetap terjaga kelestariannya sampai kapanpun sehingga ke depan anak cucu tidak hanya bisa mendengar warisan budaya, namun juga menjadi pelaku.
Bahkan agenda tahunan ini juga telah diusulkan Pemkab Mahakam Ulu kepada Kementerian Pariwisata tentang keinginan menjadikan Upacara Hudoq sebagai agenda wisata tahunan nasional agar beranda negara ini lebih dikenal dunia. Kini usulan itu sudah masuk dalam program Kemenpar.
Dalam usulan agenda wisata yang diajukan, kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) Kristina Tening, upacara akan digelar setiap Oktober dengan lama kegiatan 10 hari beruntun.
Untuk agenda wisata tahunan, Pemkab Mahulu telah menetapkan bahwa mulai 2018 Hudoq menjadi kalender tetap tahunan yang digelar pada 20-30 Oktober. Rangkaian acara berupa festival ini akan diisi dengan berbagai kegiatan pariwisata seperti menugal bersama, acara hudoq, tarian tradisionil, parade 1.000 hudoq, lagu daerah yang masih tradisional dan sejumlah agenda lain.
Lagu daerah sudah berkembang dan mengalami pergeseran makna, maka yang akan disajikan atau dilombakan dalam Festival Hudoq mendatang adalah lagu daerah asli yang masih tradisional karena yang tradisional ini masih mengandung makna mendalam dan filosofis. Sajian lain yang akan ditampilkan dalam festival mulai tahun depan adalah lomba kuliner daerah sehingga peserta dari berbagai kampung bisa ambil bagian dalam lomba masakan khas mendatang.
Ketika pihaknya menyampaikan usulan tersebut kepada Kemenpar, lanjut Tening, Pemkab Mahulu mendapat respon positif dari kementerian dan mereka mendukung rencana tersebut, sehingga mulai kini sedang dipersiapkan berbagai kegiatan apa saja yang akan disajikan kepada pengunjung.
Berbagai atraksi budaya yang akan disajikan selain Tari Hudoq antara lain tari tradisional dari beragam etnis di Mahulu, lomba olahraga tradisional, lomba permainan tradisional, dan aneka lomba lain.
Lomba lain yang diyakini tidak kalah menariknya adalah lomba perahu naga, karena dalam lomba ini akan diturunkan perahu berbentuk naga sehingga diyakini mampu menarik pengunjung.
Dalam acara adat tahunan tersebut juga akan mengundang peserta kehormatan dari luar negeri. Bahkan niat ini juga sudah diungkapkan kepada Kemenpar yang juga disambut dengan respons positif.
"Untuk kepesertaan dari negara lain dalam pesta adat tahunan mendatang, Kemenpar bahkan berjanji membantu memfasilitasi untuk mendatangkan peserta dari negara lain seperti beberapa negara tetangga maupun negara sahabat, termasuk negara lain yang ingin berpartisipasi," ucap Tening.
Dalam acara adat mendatang, pihaknya juga akan mengundang para sesepuh kampung yang masih bertelinga panjang. Mereka juga akan diperkenalkan kepada peserta partisipasi dari negara lain, termasuk dikenalkan kepada para turis yang datang dalam ritual tahunan tersebut.
"Masih banyak hal yang harus kami persiapkan untuk rencana pesta adat tahunan Oktober 2018, karena kami ingin agenda wisata tahunan nasional yang baru pertama ini berjalan sukses. Kami minta doa dan dukungan semua pihak agar rencana ini terealisasi dan kegiatannya juga sukses," ucapnya.
Saat itu di kampung tersebut ada sekitar 50 warga baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak hingga dewasa masih menari dan berputar-putar mengelilingi titik tak terlihat di halaman lamin adat.
Tarian yang mereka sajikan bukan sekadar untuk hiburan, namun gerak tersebut merupakan ritual khusus yang mereka namakan Hudoq Kawit, sebuah ungkapan besar adat Dayak yang diterjemahkan dalam bentuk persembahan bagi Sang Penguasa alam. Tujuan dari persembahan ini adalah sebagai pengharapan agar padi yang baru mereka tanam bisa tumbuh dan panen memuaskan, sebuah permohonan agar Sang Penguasa mengirimkan ruh leluhur dari nenek moyang mereka untuk menjaga padi agar jangan sampai dimakan hama atau diganggu apapun.
Dalam ritual adat ini, lelaki dewasa mengenakan topeng kayu bermoncong panjang yang mirip burung enggang, burung khas pedalaman Kalimantan. Di bagian atas topeng ada tapung (topi) yang di atasnya tertancap puluhan helai bulu burung enggang, sementara mulai pundak hingga mata kaki pelaku ritual ditutupi beberapa lapis daun pisang yang berfungsi sebagai pakaian.
Kemudian yang perempuan baik remaja maupun kaum ibu, sebagian mengenakan pakaian adat Dayak Bahau, sebagian yang lain mengenakan atasan putih dan bagian bawah dari beberapa lapis daun pisang yang didesain seperti rok. Masing-masing peserta perempuan di bagian kepala ada tanaman rambat yang dilingkarkan hingga terbentuk seperti topi. Sementara peserta ritual anak-anak mengenakan baju dari kulit binatang yang masih utuh bulunya.
Peserta ritual ini berputar-putar mengelilingi sebuah titik yang sebenarnya tidak ada titiknya, namun titik putar tersebut seolah sudah disepakati bersama. Diiringi musik tunggal berupa beduk dengan hitungan tiga per empat, para peserta ritual berkeliling sambil menggerakkan tangan dan menghentakkan kaki sesuai dengan irama musik.
Ketika hari sudah di ambang senja, salah seorang panitia ritual mengumumkan bahwa Ritual Hudoq Kawit sore itu segera berakhir dan akan dilanjutkan pada malam hari. Panitia juga mengumumkan bahwa pada malamnya, penonton yang ingin bergabung dalam barusan tari, boleh langsung masuk dan mengikuti gerakan yang dilakukan oleh para penari.
Ritual penghormatan untuk padi, rutin digelar setiap tahun di kisaran Oktober, yakni ketika musim hujan datang yang merupakan awal musim tanam padi. Padi yang mereka tanam merupakan padi gunung yang hanya mengharap tadah hujan sehingga musim tanam dan musim panen hanya terjadi sekali setahun.
Berjubel Saat berlangsungnya ritual adat hingga menjelang senja tersebut, warga dari berbagai kampung yang tersebar di Kecamatan Long Bagun, Mahakam Ulu, tampak berjubel memadati jalan dan pinggiran lamin untuk menyaksikan ritual adat Hudoq Kawit yang digelar di Lamin Adat Kampung Long Bagun Ulu.
"Ritual adat Hudoq Kawit ini digelar karena kemarin kami sudah selesai menanam padi ladang. Jadi, ini merupakan upacara sakral untuk yang kuasa dengan harapan agar padi yang kami tanam menghasilkan panen bagus," ujar Petinggi Kampung Long Bagun Ulu Petrus Higang Lasah.
Sedangkan kesakralan upacara dilakukan setelah menanam padi, hal ini dimaksudkan karena padi merupakan makanan pokok bagi masyarakat setempat sehingga padi dianggap tanaman yang bisa memberi kehidupan baik bagi manusia maupun binatang pemakan tumbuhan.
Petrus Higang ikut menari Hudoq Kawit di halaman lamin setempat. Ia memakai pakaian Hudoq lengkap seperti baju dari daun pisang dan topeng Hudoq. Ia menari bersama puluhan warga lainnya baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak juga turut menari.
Ritual ini digelar pada sore dan malam hari. Dalam kesempatan itu, tampak panitia dan petinggi kampung mempersilahkan penonton yang ingin menari bersama, tidak malu-malu ikut, sehingga siapa saja yang ingin menari diminta mengikuti gerakan para penari, karena gerakannya tinggal mengikuti langkah penari sambil memutari titik yang sudah ditentukan.
Menurut Petrus, padi merupakan tanaman ciptaan sang penguasa yang mampu memberikan kehidupan, sehingga padi harus diperlakukan secara khusus sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan.
Untuk itu, lanjutnya, melalui ritual Hudoq Kawit guna mengundang ruh dari langit, maka ruh tersebut yang akan menjaga tanaman padi sampai berbuah dan memperoleh panen memuaskan.
"Topeng Hudoq yang kami pakai ini merupakan jelmaan ruh dari atas sana yang diperintahkan oleh nenek moyang kami. Ruh-ruh yang menjelma menjadi topeng inilah yang menjaga tanaman padi kami," ujarnya sambil tangannya menunjuk topeng kemudian menunjuk langit saat menjelaskan asal-usul topeng Hudoq.
Setelah Hudoq Kawit ini, masih ada rangkaian upacara lain yang ditujukan sebagai perhatian untuk padi, yakni ketika padi sudah mulai berisi (emping), kemudian ritual lanjutan ketika setelah panen sebagai ucapan syukur atas panen yang berhasil.
Ritual kedua dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Kuasa atas rahmat berupa padi yang mulai berisi, karena mereka memastikan bahwa padi yang mulai berisi (padi muda) tersebut memiliki kemungkinan besar akan tumbuh padat dan menguning sampai masuk masa panen. Saat ritual kedua ini, sebelumnya mereka mengambil sebagian kecil padi ketan muda (emping) untuk dimasak dan dibungkus dengan daun pisang. Emping inilah yang kemudian dimakan bersama masyarakat saat berlangsungnya ritual kedua.
Sedangkan ritual ketiga merupakan ritual lebih besar karena doa atau pengharapan yang selama ini mereka nantikan benar-benar terwujud, yakni mereka bisa panen memuaskan sesuai keinginan.
Dalam ritual panen ini, biasanya mereka membawa beberapa hewan untuk disembelih dan dimakan bersama. Dalam pesta ini, masyarakat adat juga mengundang tamu maupun beberapa tetangga kampung untuk turut merayakan.
Agenda Tahunan Guna menggaungkan gema tradisi budaya warga perbatasan, mulai tahun 2018 Pemkab Mahakam Ulu menetapkan upacara Hudoq sebagai agenda tetap pesta budaya tahunan, sehingga tradisi ini akan tetap terjaga kelestariannya sampai kapanpun sehingga ke depan anak cucu tidak hanya bisa mendengar warisan budaya, namun juga menjadi pelaku.
Bahkan agenda tahunan ini juga telah diusulkan Pemkab Mahakam Ulu kepada Kementerian Pariwisata tentang keinginan menjadikan Upacara Hudoq sebagai agenda wisata tahunan nasional agar beranda negara ini lebih dikenal dunia. Kini usulan itu sudah masuk dalam program Kemenpar.
Dalam usulan agenda wisata yang diajukan, kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) Kristina Tening, upacara akan digelar setiap Oktober dengan lama kegiatan 10 hari beruntun.
Untuk agenda wisata tahunan, Pemkab Mahulu telah menetapkan bahwa mulai 2018 Hudoq menjadi kalender tetap tahunan yang digelar pada 20-30 Oktober. Rangkaian acara berupa festival ini akan diisi dengan berbagai kegiatan pariwisata seperti menugal bersama, acara hudoq, tarian tradisionil, parade 1.000 hudoq, lagu daerah yang masih tradisional dan sejumlah agenda lain.
Lagu daerah sudah berkembang dan mengalami pergeseran makna, maka yang akan disajikan atau dilombakan dalam Festival Hudoq mendatang adalah lagu daerah asli yang masih tradisional karena yang tradisional ini masih mengandung makna mendalam dan filosofis. Sajian lain yang akan ditampilkan dalam festival mulai tahun depan adalah lomba kuliner daerah sehingga peserta dari berbagai kampung bisa ambil bagian dalam lomba masakan khas mendatang.
Ketika pihaknya menyampaikan usulan tersebut kepada Kemenpar, lanjut Tening, Pemkab Mahulu mendapat respon positif dari kementerian dan mereka mendukung rencana tersebut, sehingga mulai kini sedang dipersiapkan berbagai kegiatan apa saja yang akan disajikan kepada pengunjung.
Berbagai atraksi budaya yang akan disajikan selain Tari Hudoq antara lain tari tradisional dari beragam etnis di Mahulu, lomba olahraga tradisional, lomba permainan tradisional, dan aneka lomba lain.
Lomba lain yang diyakini tidak kalah menariknya adalah lomba perahu naga, karena dalam lomba ini akan diturunkan perahu berbentuk naga sehingga diyakini mampu menarik pengunjung.
Dalam acara adat tahunan tersebut juga akan mengundang peserta kehormatan dari luar negeri. Bahkan niat ini juga sudah diungkapkan kepada Kemenpar yang juga disambut dengan respons positif.
"Untuk kepesertaan dari negara lain dalam pesta adat tahunan mendatang, Kemenpar bahkan berjanji membantu memfasilitasi untuk mendatangkan peserta dari negara lain seperti beberapa negara tetangga maupun negara sahabat, termasuk negara lain yang ingin berpartisipasi," ucap Tening.
Dalam acara adat mendatang, pihaknya juga akan mengundang para sesepuh kampung yang masih bertelinga panjang. Mereka juga akan diperkenalkan kepada peserta partisipasi dari negara lain, termasuk dikenalkan kepada para turis yang datang dalam ritual tahunan tersebut.
"Masih banyak hal yang harus kami persiapkan untuk rencana pesta adat tahunan Oktober 2018, karena kami ingin agenda wisata tahunan nasional yang baru pertama ini berjalan sukses. Kami minta doa dan dukungan semua pihak agar rencana ini terealisasi dan kegiatannya juga sukses," ucapnya.
M. Ghofar
Tags
Aktual