Medan, 11/10 (Benhil) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Sumatera Utara mendukung Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) yang menggugat pemerintah pusat, gubernur Sumatera Utara, bupati Samosir, dan pengusaha tambak ikan, akibat terjadinya pencemaran air Danau Toba.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sumut Dana Tarigan, di Medan, Rabu, mengatakan gugatan tersebut dilakukan YPDT, karena kawasan Danau Toba itu, tidak lagi bersih seperti yang diharapkan.
Namun, menurut dia, air Danau Toba tersebut sudah mengalami pencemaran lingkungan cukup berat, karena masih beroperasinya Keramba Jaring Apung (KJA) yang menggunakan makanan ikan mengadung bahan kimiawi.
"Kemudian, perusahaan industri, perhotelan, pabrik, dan limbah warga masyarakat dibuang ke Danau Toba yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan," ujar Dana.
Ia menyebutkan, pencemaran Danau Toba itu, jangan dianggap hal yang biasa melainkan cukup berbahaya bagi kesehatan warga yang tinggal di pinggiran danau tersebut.
Sebab, air Danau Toba tidak lagi kelihatan jernih dan bersih, tetapi mulai berbau amis.Air Danau Toba tersebut, tidak dapat digunakan lagi oleh warga, melainkan mencari air bersih ke tempat lain.
"Hal tersebut, menyulitkan bagi warga untuk mendapatkan air bersih, agar terhindar dari penyakit," ucapnya.
Dana menjelaskan, pencemaran Danau Toba tidak hanya merugikan masyarakat Provinsi Sumatera Utara, tetapi juga negara, karena kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara (Wisman) akan terganggu dan mengalami penurunan.
Apalagi, objek wisata Danau Toba, salah satu dari 10 daerah yang menjadi destinasi nasional di tanah air. Kawasan Danau Toba itu, seharusnya benar-benar bersih dari pencemaran.
Hal itu, juga merupakan tanggung jawab Menteri Lingkungan dan Kehutanan, Gubernur Sumut, dan Bupati Samosir yang menjaga kawasan Danau Toba tetap bersih, serta tidak terjadi pembiaran.
Bahkan, akibat pembiaran dan tidak adanya pengawasan Danau Toba, maka terjadi pencemaran lingkungan.
"Gugatan yang dilakukan YPDT dan diharapkan ke depan Danau Toba dapat bersih, serta tidak ada lagi pencemaran lingkungan," kata Pemerhati Lingkungan itu.
Sebelumnya, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mengajukan gugatan, dan terkait pencemaran air Danau Toba, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta.
Karena pengawasan Danau Toba itu, menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sumut dan Pemerintah Daerah, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Selain itu, Danau Toba bukan hanya menjadi isu nasional, melainkan juga sudah menjadi isu internasional.Hal tersebut melalui upaya Pemerintah Pusat mengajukan Danau Toba sebagai anggota Global Geopark Network (GGN) UNESCO.
Kemudian, gugatan itu, juga berdasarka UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).Pada Pasal 2 butir (a), UU tersebut menyatakan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara.
Selanjutnya Pasal 71 ayat (1) berbunyi: Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (Ben/An)
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sumut Dana Tarigan, di Medan, Rabu, mengatakan gugatan tersebut dilakukan YPDT, karena kawasan Danau Toba itu, tidak lagi bersih seperti yang diharapkan.
Namun, menurut dia, air Danau Toba tersebut sudah mengalami pencemaran lingkungan cukup berat, karena masih beroperasinya Keramba Jaring Apung (KJA) yang menggunakan makanan ikan mengadung bahan kimiawi.
"Kemudian, perusahaan industri, perhotelan, pabrik, dan limbah warga masyarakat dibuang ke Danau Toba yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan," ujar Dana.
Ia menyebutkan, pencemaran Danau Toba itu, jangan dianggap hal yang biasa melainkan cukup berbahaya bagi kesehatan warga yang tinggal di pinggiran danau tersebut.
Sebab, air Danau Toba tidak lagi kelihatan jernih dan bersih, tetapi mulai berbau amis.Air Danau Toba tersebut, tidak dapat digunakan lagi oleh warga, melainkan mencari air bersih ke tempat lain.
"Hal tersebut, menyulitkan bagi warga untuk mendapatkan air bersih, agar terhindar dari penyakit," ucapnya.
Dana menjelaskan, pencemaran Danau Toba tidak hanya merugikan masyarakat Provinsi Sumatera Utara, tetapi juga negara, karena kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara (Wisman) akan terganggu dan mengalami penurunan.
Apalagi, objek wisata Danau Toba, salah satu dari 10 daerah yang menjadi destinasi nasional di tanah air. Kawasan Danau Toba itu, seharusnya benar-benar bersih dari pencemaran.
Hal itu, juga merupakan tanggung jawab Menteri Lingkungan dan Kehutanan, Gubernur Sumut, dan Bupati Samosir yang menjaga kawasan Danau Toba tetap bersih, serta tidak terjadi pembiaran.
Bahkan, akibat pembiaran dan tidak adanya pengawasan Danau Toba, maka terjadi pencemaran lingkungan.
"Gugatan yang dilakukan YPDT dan diharapkan ke depan Danau Toba dapat bersih, serta tidak ada lagi pencemaran lingkungan," kata Pemerhati Lingkungan itu.
Sebelumnya, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mengajukan gugatan, dan terkait pencemaran air Danau Toba, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta.
Karena pengawasan Danau Toba itu, menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sumut dan Pemerintah Daerah, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Selain itu, Danau Toba bukan hanya menjadi isu nasional, melainkan juga sudah menjadi isu internasional.Hal tersebut melalui upaya Pemerintah Pusat mengajukan Danau Toba sebagai anggota Global Geopark Network (GGN) UNESCO.
Kemudian, gugatan itu, juga berdasarka UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).Pada Pasal 2 butir (a), UU tersebut menyatakan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara.
Selanjutnya Pasal 71 ayat (1) berbunyi: Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (Ben/An)
Tags
Hukum