Bandung, 19/10 (Benhil) - Sejumlah partai politik mulai bermanuver terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018, salah satunya ialah dengan membentuk koalisi.
Manuver tersebut menandakan perjalanan untuk memperebutkan takhta Kursi Jabar Satu dan Jabar Dua makin memanas.
Setidaknya ada sejumlah koalisi yang terbentuk terkait dengan pelaksanaan Pilgub Jabart 2018. Misalnya, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PPP merapatkan barisan untuk membentuk koalisi bernama Poros Baru.
Koalisi lima partai ini menarik dicermati karena kemunculannya tidak terduga, terlebih sebelumnya Partai Gerindra dan PKS sepakat untuk mengusung pasangan Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu sebagai Bakal Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Seolah tak mau kalah dengan empat partai tersebut, PDIP dan Partai Golkar Jabar juga bersekutu membentuk Koalisi Pancasila. Begitu pula, Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang berkoalisi dengan PKB untuk mengusung Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil sebagai calon gubernur pada pilkada mendatang.
Sebenarnya, tanpa harus berkoalisi, PDI Perjuangan sudah bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur karena memiliki 20 kursi di DPRD Provinsi Jabar. Sementara itu, parpol lainnya harus berkoalisi karena raihan kursi mereka di lembaga legislatif tingkat Provinsi Jabar kurang dari 20 kursi.
Jika melihat keterwakilan wakil rakyat di DPRD Provinsi Jabar, Koalisi Poros Baru total mengantongi sebanyak 36 kursi di legislatif dengan perincian Partai Demokrat memiliki 12 kursi, Partai Gerindra memiliki 11 kursi, PPP 9 kursi, dan PAN memiliki 4 kursi.
Sementara itu, Partai Golkar tercatat memiliki 17 kursi, Partai NasDem 5 kursi, PKB 7 kursi, dan Partai Hanura 3 kursi.
Peta politik sementara pada Pilgub Jabar 2018 sudah terbentuk, lantas sejauh mana kekuatan koalisi-koalisi tersebut? Pakar ilmu politik dan pemerintahan dari Universitas Asep Warlan Yusuf menyebutkan ada tiga indikator untuk mengukur sejauh mana kekuatan koalisi yang dibentuk oleh parpol.
Tiga aspek atau indikator ini bisa menjadi cerminan untuk mengetahui kekuatan dari koalisi yang dibentuk, kata Asep Warlan usai menjadi pembicara pada seminar bertema Pilgub Jabar 2018 yang diselenggarakan oleh MUI Jabar di Bandung, Kamis.
Aspek atau indikator pertama untuk mengukur kekuatan sebuah koalisi, menurut dia, adalah atas dasar kesamaan visi dan misi dari parpol tersebut atau untuk kepentingan bersama.
Jadi, aspek pertama ini koalisi dibangun atas dasar setiap parpol bersepakat untuk bersekutu atau berkoalisi atas dasar kesamaan visi dan misi mereka untuk mengusung calon tersebut. Parpol dengan si kandidat memiliki kesamaan visi dan misi, sejalan, katanya lagi.
Indikator kedua, lanjut dia, koalisi tersebut dibentuk oleh partai politik hanya sebatas untuk memenuhi ambisi politik semata, seperti memunculkan bakal calon kepala daerah semata bukan untuk kepentingan bersama partai.
Indikator yang ketiga adalah koalisi dibentuk karena kesesuaian dengan kebijakan pusat atau dewan pimpinan pusat partai politik.
Apabila sebuah koalisi dibentuk karena indikator pertama dan kedua, koalisi tersebut akan kuat. Namun, jika koalisi itu dibentuk karena aspek kedua, Asep meragukan kekuatan koalisi tersebut. Koalisi besar mungkin terjadi pada Pilgub Jabar 2018, baik untuk yang mengusung petahana maupun penantang.
Koalisi berimbang dengan dua hingga pasangan masih memungkinkan untuk terwujud, terlebih Pilgub Jabar masih relatif panjang dan sangat dinamis.
Namun, di dalam politik itu segala sesuatu masih mungkin terjadi karena Jabart adalah provinsi dengan DPT terbesar, dan latar belakang masyarakat yang sangat majemuk. Disambut Positif Menyikapi munculnya sejumlah koalisi pada pilgub mendatang disambut positif oleh sejumlah pimpinan partai di tingkat Provinsi Jabar.
Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Jawa Barat menyambut baik terbentuknya Koalisi Poros Baru yang diusung oleh empat partai politik. Munculnya sejumlah koalisi pada Pilgub Jabar, menurut dia, bagus karena dengan begitu akan banyak pilihan pemimpin untuk masyarakat Jabar, kata Ketua DPW PKS Jawa Barat Ahmad Syaikhu, beberapa waktu lalu.
PKS, kata Syaikhu, idak merasa khawatir dengan kemunculan poros baru pada pilkada tersebut karena koalisi antara PKS dan Partai Gerindra sudah mengantongi tiket untuk bisa mengusung calon.
PKS mengantongi 12 kursi di DPRD Provinsi Jabar, sedangkan Partai Gerindra sebanyak 11 kursi. Total kursi keduanya melampaui minimal syarat pengusungan 20 kursi.
Beberapa waktu lalu, DPP PKS dan Partai Gerindra mengusung pasangan Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu pada Pilgub Jabar.
"Untuk kami, tidak masalah (muncul) poros baru karena PKS dan Gerindra sudah punya tiket untuk mengusung calon," kata Syaikhu.
Hal serupa juga diutarakan oleh Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi yang juga Bupati Purwakarta menilai langkah empat partai politik tersebut membuat sebuah kaolisi pada Pilgub Jabar 2018 adalah langkah cerdas dalam berpolitik.
Ia menegaskan tidak merasa tersaingi dengan munculnya Koalisi Poros Baru tersebut, malah bagi dirinya koalisi itu menjadi pemacu agar Partai Golkar bisa bekerja lebih maksimal.
Partai Golkar, menurut dia, terus membuka pintu komunikasi dengan partai politik mana pun terkait dengan Pilgub Jabar 2018. (Ben/An)
Manuver tersebut menandakan perjalanan untuk memperebutkan takhta Kursi Jabar Satu dan Jabar Dua makin memanas.
Setidaknya ada sejumlah koalisi yang terbentuk terkait dengan pelaksanaan Pilgub Jabart 2018. Misalnya, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PPP merapatkan barisan untuk membentuk koalisi bernama Poros Baru.
Koalisi lima partai ini menarik dicermati karena kemunculannya tidak terduga, terlebih sebelumnya Partai Gerindra dan PKS sepakat untuk mengusung pasangan Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu sebagai Bakal Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Seolah tak mau kalah dengan empat partai tersebut, PDIP dan Partai Golkar Jabar juga bersekutu membentuk Koalisi Pancasila. Begitu pula, Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang berkoalisi dengan PKB untuk mengusung Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil sebagai calon gubernur pada pilkada mendatang.
Sebenarnya, tanpa harus berkoalisi, PDI Perjuangan sudah bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur karena memiliki 20 kursi di DPRD Provinsi Jabar. Sementara itu, parpol lainnya harus berkoalisi karena raihan kursi mereka di lembaga legislatif tingkat Provinsi Jabar kurang dari 20 kursi.
Jika melihat keterwakilan wakil rakyat di DPRD Provinsi Jabar, Koalisi Poros Baru total mengantongi sebanyak 36 kursi di legislatif dengan perincian Partai Demokrat memiliki 12 kursi, Partai Gerindra memiliki 11 kursi, PPP 9 kursi, dan PAN memiliki 4 kursi.
Sementara itu, Partai Golkar tercatat memiliki 17 kursi, Partai NasDem 5 kursi, PKB 7 kursi, dan Partai Hanura 3 kursi.
Peta politik sementara pada Pilgub Jabar 2018 sudah terbentuk, lantas sejauh mana kekuatan koalisi-koalisi tersebut? Pakar ilmu politik dan pemerintahan dari Universitas Asep Warlan Yusuf menyebutkan ada tiga indikator untuk mengukur sejauh mana kekuatan koalisi yang dibentuk oleh parpol.
Tiga aspek atau indikator ini bisa menjadi cerminan untuk mengetahui kekuatan dari koalisi yang dibentuk, kata Asep Warlan usai menjadi pembicara pada seminar bertema Pilgub Jabar 2018 yang diselenggarakan oleh MUI Jabar di Bandung, Kamis.
Aspek atau indikator pertama untuk mengukur kekuatan sebuah koalisi, menurut dia, adalah atas dasar kesamaan visi dan misi dari parpol tersebut atau untuk kepentingan bersama.
Jadi, aspek pertama ini koalisi dibangun atas dasar setiap parpol bersepakat untuk bersekutu atau berkoalisi atas dasar kesamaan visi dan misi mereka untuk mengusung calon tersebut. Parpol dengan si kandidat memiliki kesamaan visi dan misi, sejalan, katanya lagi.
Indikator kedua, lanjut dia, koalisi tersebut dibentuk oleh partai politik hanya sebatas untuk memenuhi ambisi politik semata, seperti memunculkan bakal calon kepala daerah semata bukan untuk kepentingan bersama partai.
Indikator yang ketiga adalah koalisi dibentuk karena kesesuaian dengan kebijakan pusat atau dewan pimpinan pusat partai politik.
Apabila sebuah koalisi dibentuk karena indikator pertama dan kedua, koalisi tersebut akan kuat. Namun, jika koalisi itu dibentuk karena aspek kedua, Asep meragukan kekuatan koalisi tersebut. Koalisi besar mungkin terjadi pada Pilgub Jabar 2018, baik untuk yang mengusung petahana maupun penantang.
Koalisi berimbang dengan dua hingga pasangan masih memungkinkan untuk terwujud, terlebih Pilgub Jabar masih relatif panjang dan sangat dinamis.
Namun, di dalam politik itu segala sesuatu masih mungkin terjadi karena Jabart adalah provinsi dengan DPT terbesar, dan latar belakang masyarakat yang sangat majemuk. Disambut Positif Menyikapi munculnya sejumlah koalisi pada pilgub mendatang disambut positif oleh sejumlah pimpinan partai di tingkat Provinsi Jabar.
Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Jawa Barat menyambut baik terbentuknya Koalisi Poros Baru yang diusung oleh empat partai politik. Munculnya sejumlah koalisi pada Pilgub Jabar, menurut dia, bagus karena dengan begitu akan banyak pilihan pemimpin untuk masyarakat Jabar, kata Ketua DPW PKS Jawa Barat Ahmad Syaikhu, beberapa waktu lalu.
PKS, kata Syaikhu, idak merasa khawatir dengan kemunculan poros baru pada pilkada tersebut karena koalisi antara PKS dan Partai Gerindra sudah mengantongi tiket untuk bisa mengusung calon.
PKS mengantongi 12 kursi di DPRD Provinsi Jabar, sedangkan Partai Gerindra sebanyak 11 kursi. Total kursi keduanya melampaui minimal syarat pengusungan 20 kursi.
Beberapa waktu lalu, DPP PKS dan Partai Gerindra mengusung pasangan Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu pada Pilgub Jabar.
"Untuk kami, tidak masalah (muncul) poros baru karena PKS dan Gerindra sudah punya tiket untuk mengusung calon," kata Syaikhu.
Hal serupa juga diutarakan oleh Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi yang juga Bupati Purwakarta menilai langkah empat partai politik tersebut membuat sebuah kaolisi pada Pilgub Jabar 2018 adalah langkah cerdas dalam berpolitik.
Ia menegaskan tidak merasa tersaingi dengan munculnya Koalisi Poros Baru tersebut, malah bagi dirinya koalisi itu menjadi pemacu agar Partai Golkar bisa bekerja lebih maksimal.
Partai Golkar, menurut dia, terus membuka pintu komunikasi dengan partai politik mana pun terkait dengan Pilgub Jabar 2018. (Ben/An)
Ajat Sudrajat
Berita Terkait:
Berita Terkait:
Tags
Sosial Politik