Foto: Kompas
Asap membumbung tinggi memenuhi ruang atmosfer yang ada di sekitar. Radiasi panas pun tersaji ketika si jago merah mulai melahap kayu, dan ranting bagai hewan buas yang menelan mangsa.
Masyarakat lalu-lalang berlarian setiap hari mencari barang terdekat untuk menjinakan api tersebut, entah memukul atau melemparkannya ke bara api, air pun seakan tidak dapat memadamkan amarah luapan oksidasi kimiawi yang terbentuk.
Bagaimana mudah padam, jika yang terbakar juga termasuk lahan gambut, sesuatu yang disukai api untuk ia hanguskan. Bahkan luasnya mencapai enam hektare sebagai medan atraksi gulungan bara.
Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2012, di Sei Pakning, Riau. Di tahun ketika Timnas sepak bola Spanyol merengkuh juara Piala Eropa 2012, Indonesia disibukkan dengan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut.
Musnahnya lahan seluas enam hektare tersebut menjadi pelajaran berharga bagi warga sekitar. Tidak hanya kerugian materi, namun ragam aneka hayati dan hewani yang menjadi persinggahan juga turut menguap bersama jelaga hitam.
Namun, kisah itu diupayakan menjadi dongeng yang berakhir manis. Sejak dua tahun lalu (2015) duka itu terlewati. Upaya bahu membahu Pemerintah, masyarakat dan Pertamina Refinery Unit (RU) II Production Sei Panking, musibah itu teratasi dengan menghadirkan program pemanfaatan lahan bekas terbakar.
Program tersebut berorientasi pada Mitigasi Karlahut (Kebakaran Lahan dan Hutan) Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi.
Mulai tahun 2015, melalui program tersebut masyarakat didampingi Pemerintah dan Pertamina RU II Production Sei Pakning mendorong upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan di wilayah Bukit Batu melalui alih fungsi lahan.
Bekerja sama dengan LPPM Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Pertamina Production Sei Pakning melakukan pendampingan bagi kelompok tani melalui pemberdayaan masyarakat, dengan mengalihfungsi lahan semak belukar yang merupakan bekas area kebakaran lahan, menjadi pertanian nanas gambut dan melakukan diversifikasi produk olahan nanas.
GM Pertamina RU II Production Otto Gerentaka mengatakan sejak Program Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi ini dilakukan, tahun 2017 tercatat telah terjadi peningkatahan lahan pertanian nanas seluas 4,5 persen dengan potensi pendapatan kelompok mencapai Rp 20 juta/bulan dari penjualan hasil pertanian dan produk olahan nanas.
Sebelumnya, dari lahan tiga hektare dengan tiga orang petani dan 10 orang petani penggarap, hasil panen mencapai 10.000 buah/hektare dengan kualitas Grade A-B (85 persen) dan C (15 persen), dengan total pendapatan kelompok dari pejualan mencapai Rp 17 Juta/panen.
Hingga saat ini, katanya, upaya budi daya tanaman produktif cukup menjanjikan dan tahun yang akan datang diproyeksikan luasnya menjadi 15 hektare. Pihaknya berharap muncul Sentra Pertanian Nanas Gambut yang dapat menjadi ciri khas di wilayah Sungai Pakning.
Sementara itu, Samsul, Ketua Kelompok Tani Tunas Makmur yang menjadi mitra binaan Pertamina membenarkan fakta tersebut. Ia bahkan mengakui bahwa sejak program ini dimulai, masyarakat menjadi lebih termotivasi untuk mengalihfungsi lahan semak menjadi pertanian nanas karena ada nilai tambah yang didapatkan cukup besar.
Kelompok Tani Tunas Makmur yang dipimpinnya beranggotakan 27 orang. Kelompok laki-laki sehari-hari menjalankan kegiatan pertanian, sementara kelompok perempuan memproduksi nanas olahan. Produk unggulan kelompok tani mereka adalah keripik nanas gambut dan manisan nanas.
Di awal alih fungsi lahan tahun 2015, masyarakat termasuk Kelompok Tani Tunas Makmur melakukan kegiatan pengelolaan lahan dengan memanfaatkan lahan yang bersifat kritis menjadi bernilai produktif. Dimulai dengan pengelolaan lahan perkebunan cabai dan pisang di daerah Batang Duku seluas 2 hektare. Selanjutnya pengelolaan kebun nanas di Desa Kampung Jawa berkisar delapan hektare.
Samsul mengaku bersyukur bencana yang dulu menyimpan duka, kini menjadi harapan kesejahteraan untuk masa depan Kampung Sei Pakning.
Mitigasi Agar bencana yang sama tidak berulang kembali, Pertamina Refinery Unit (RU) II Production Sei Pakning, juga mendorong keterlibatan masyarakat melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan agar musibah tidak terulang kembali.
Isu kebakaran tersebut telah menjadi perhatian dunia sejak beberapa tahun belakangan. Indonesia pada dasarnya telah digadang menjadi produsen karbon dunia, dihadapkan pada permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang muncul di beberapa wilayah, seperti Sumatera, termasuk di wilayah Sei Pakning di Provinsi Riau.
Kembali, Otto Gerentaka mejelaskan faktor alam dan keterbatasan sarana dan prasarana pemadaman api di wilayah Sei Pakning mengakibatkan rawannya terjadi kebakaran lahan dan hutan. Sebagai korporasi yang beroperasi di sekitarnya, Pertamina menilai masyarakat membutuhkan bantuan untuk mengatasi tingginya potensi kebakaran.
Masyarakat, kata GM Pertamina RU II Production tersebut, dengan keterbatasan kapasitas tidak bisa berbuat banyak melihat lahan atau hutan di sekitarnya dilanda kebakaran. Menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, Pertamina hadir untuk membantu masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial Pertamina dengan melibatkan seluruh komponen.
Kemudian dari pihak pemerintah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan M.R Karliansyah juga turut mendampingi memberi pengarahan kepada masyarakat.
Karliansyah melihat upaya Pertamina Production Sei Pakning menggandeng partisipasi masyarakat dalam mitigasi karhutla, bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain dalam menangani kebakaran hutan dan lahan. Kuncinya, kata dia, adalah kolaborasi partisipatif masyarakat, perusahaan dan pemerintah setempat dalam mencari solusi pengurangan resiko kebakaran melalui Program Mitigasi Karhutla Berbasis Masyarakat, dengan mengembangkan sumber daya ekonomi masyarakat.
Di Sei Pakning, sumber daya ekonomi yang digarap berupa pengembangan kawasan pertanian nanas terintegrasi, di lahan bekas kebakaran.
Menurutnya, dengan alih fungsi lahan tersebut membuat upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan semakin maksimal, karena masyarakat juga diberikan ketrampilan pengolahan makanan dari bahan baku nanas serta mengawasi kondisi lingkungan makin terpantau.
Kini, masyarakat menjadi lebih termotivasi untuk mengalihfungsikan lahan semak menjadi pertanian nanas karena adanya nilai tambah yang didapatkan. Selain itu, upaya ini juga menjadi insentif tambahan bagi Masyarakat Peduli Api (MPA) Kelurahan Sei Pakning untuk semakin rutin menggelar patroli api.
Masyarakat lalu-lalang berlarian setiap hari mencari barang terdekat untuk menjinakan api tersebut, entah memukul atau melemparkannya ke bara api, air pun seakan tidak dapat memadamkan amarah luapan oksidasi kimiawi yang terbentuk.
Bagaimana mudah padam, jika yang terbakar juga termasuk lahan gambut, sesuatu yang disukai api untuk ia hanguskan. Bahkan luasnya mencapai enam hektare sebagai medan atraksi gulungan bara.
Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2012, di Sei Pakning, Riau. Di tahun ketika Timnas sepak bola Spanyol merengkuh juara Piala Eropa 2012, Indonesia disibukkan dengan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut.
Musnahnya lahan seluas enam hektare tersebut menjadi pelajaran berharga bagi warga sekitar. Tidak hanya kerugian materi, namun ragam aneka hayati dan hewani yang menjadi persinggahan juga turut menguap bersama jelaga hitam.
Namun, kisah itu diupayakan menjadi dongeng yang berakhir manis. Sejak dua tahun lalu (2015) duka itu terlewati. Upaya bahu membahu Pemerintah, masyarakat dan Pertamina Refinery Unit (RU) II Production Sei Panking, musibah itu teratasi dengan menghadirkan program pemanfaatan lahan bekas terbakar.
Program tersebut berorientasi pada Mitigasi Karlahut (Kebakaran Lahan dan Hutan) Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi.
Mulai tahun 2015, melalui program tersebut masyarakat didampingi Pemerintah dan Pertamina RU II Production Sei Pakning mendorong upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan di wilayah Bukit Batu melalui alih fungsi lahan.
Bekerja sama dengan LPPM Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Pertamina Production Sei Pakning melakukan pendampingan bagi kelompok tani melalui pemberdayaan masyarakat, dengan mengalihfungsi lahan semak belukar yang merupakan bekas area kebakaran lahan, menjadi pertanian nanas gambut dan melakukan diversifikasi produk olahan nanas.
GM Pertamina RU II Production Otto Gerentaka mengatakan sejak Program Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi ini dilakukan, tahun 2017 tercatat telah terjadi peningkatahan lahan pertanian nanas seluas 4,5 persen dengan potensi pendapatan kelompok mencapai Rp 20 juta/bulan dari penjualan hasil pertanian dan produk olahan nanas.
Sebelumnya, dari lahan tiga hektare dengan tiga orang petani dan 10 orang petani penggarap, hasil panen mencapai 10.000 buah/hektare dengan kualitas Grade A-B (85 persen) dan C (15 persen), dengan total pendapatan kelompok dari pejualan mencapai Rp 17 Juta/panen.
Hingga saat ini, katanya, upaya budi daya tanaman produktif cukup menjanjikan dan tahun yang akan datang diproyeksikan luasnya menjadi 15 hektare. Pihaknya berharap muncul Sentra Pertanian Nanas Gambut yang dapat menjadi ciri khas di wilayah Sungai Pakning.
Sementara itu, Samsul, Ketua Kelompok Tani Tunas Makmur yang menjadi mitra binaan Pertamina membenarkan fakta tersebut. Ia bahkan mengakui bahwa sejak program ini dimulai, masyarakat menjadi lebih termotivasi untuk mengalihfungsi lahan semak menjadi pertanian nanas karena ada nilai tambah yang didapatkan cukup besar.
Kelompok Tani Tunas Makmur yang dipimpinnya beranggotakan 27 orang. Kelompok laki-laki sehari-hari menjalankan kegiatan pertanian, sementara kelompok perempuan memproduksi nanas olahan. Produk unggulan kelompok tani mereka adalah keripik nanas gambut dan manisan nanas.
Di awal alih fungsi lahan tahun 2015, masyarakat termasuk Kelompok Tani Tunas Makmur melakukan kegiatan pengelolaan lahan dengan memanfaatkan lahan yang bersifat kritis menjadi bernilai produktif. Dimulai dengan pengelolaan lahan perkebunan cabai dan pisang di daerah Batang Duku seluas 2 hektare. Selanjutnya pengelolaan kebun nanas di Desa Kampung Jawa berkisar delapan hektare.
Samsul mengaku bersyukur bencana yang dulu menyimpan duka, kini menjadi harapan kesejahteraan untuk masa depan Kampung Sei Pakning.
Mitigasi Agar bencana yang sama tidak berulang kembali, Pertamina Refinery Unit (RU) II Production Sei Pakning, juga mendorong keterlibatan masyarakat melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan agar musibah tidak terulang kembali.
Isu kebakaran tersebut telah menjadi perhatian dunia sejak beberapa tahun belakangan. Indonesia pada dasarnya telah digadang menjadi produsen karbon dunia, dihadapkan pada permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang muncul di beberapa wilayah, seperti Sumatera, termasuk di wilayah Sei Pakning di Provinsi Riau.
Kembali, Otto Gerentaka mejelaskan faktor alam dan keterbatasan sarana dan prasarana pemadaman api di wilayah Sei Pakning mengakibatkan rawannya terjadi kebakaran lahan dan hutan. Sebagai korporasi yang beroperasi di sekitarnya, Pertamina menilai masyarakat membutuhkan bantuan untuk mengatasi tingginya potensi kebakaran.
Masyarakat, kata GM Pertamina RU II Production tersebut, dengan keterbatasan kapasitas tidak bisa berbuat banyak melihat lahan atau hutan di sekitarnya dilanda kebakaran. Menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, Pertamina hadir untuk membantu masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial Pertamina dengan melibatkan seluruh komponen.
Kemudian dari pihak pemerintah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan M.R Karliansyah juga turut mendampingi memberi pengarahan kepada masyarakat.
Karliansyah melihat upaya Pertamina Production Sei Pakning menggandeng partisipasi masyarakat dalam mitigasi karhutla, bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain dalam menangani kebakaran hutan dan lahan. Kuncinya, kata dia, adalah kolaborasi partisipatif masyarakat, perusahaan dan pemerintah setempat dalam mencari solusi pengurangan resiko kebakaran melalui Program Mitigasi Karhutla Berbasis Masyarakat, dengan mengembangkan sumber daya ekonomi masyarakat.
Di Sei Pakning, sumber daya ekonomi yang digarap berupa pengembangan kawasan pertanian nanas terintegrasi, di lahan bekas kebakaran.
Menurutnya, dengan alih fungsi lahan tersebut membuat upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan semakin maksimal, karena masyarakat juga diberikan ketrampilan pengolahan makanan dari bahan baku nanas serta mengawasi kondisi lingkungan makin terpantau.
Kini, masyarakat menjadi lebih termotivasi untuk mengalihfungsikan lahan semak menjadi pertanian nanas karena adanya nilai tambah yang didapatkan. Selain itu, upaya ini juga menjadi insentif tambahan bagi Masyarakat Peduli Api (MPA) Kelurahan Sei Pakning untuk semakin rutin menggelar patroli api.
Tags
Bisnis