Suara nyaring para pelajar SDN Pararel Mata Wee Tame, Kecamatan Tanah Righu, Kabupaten Sumba, Nusa Tenggara Timur yang bernyanyi terdengar nyaring ditengah teriknya matahari.
Mereka bernyayi lagu-lagu kebangsaan serta lagu-lagu daerah setempat ketika menyambut kedatangan rombongan KFC Indonesia serta Komunitas 1000 Guru yang datang ke sekolah mereka yang masih sangat darurat.
Walaupun di tengah terik matahari, semangat anak-anak itu tak pernah surut. Selesai satu lagu, dilanjutkan lagi dengan lagu yang lainnya dan seterusnya.
Para pelajar SD itu ada yang bertelanjang kaki, sebagian lagi mengenakan sendal jepit berwarna warni dan beberapa siswa memakai sepatu.
Di sela-sela nyayian anak-anak itu, para orang tua pun tidak ingin tinggal diam. Tarian perang khas sumbapun diperagakan saat menyambut kedatangan rombongan tersebut.
Satu persatu rombongan itu dikalungi selendang tenunan sebagai tanda selamat datang bagi para tamu yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat NTT pada umumnya.
Acara penerimaanpun selesai dan selanjutnya setiap pelajar SD diminta untuk masuk ke ruang kelasnya masing-masing.
Tak seperti sekolah di perkotaan, gedung sekolah dari SD dengan masing-masing kelas berukuran 3 X 4 meter dan tak ada daun pintunya tersebut masih sangat memprihatinkan dan bisa dibilang tak layak disebut sebuat sebuah gedung sekolah.
Ruangan kelas SDN Pararel Mata Wee Tame adalah ruangan kelas darurat, yang atapnya terbuat dari seng, dindingnya dari ayaman bambu namun sudah banyak yang reot dan berlubang habis dimakan usia.
Sementara itu, lantai dari sekolah itu masih terbuat dari tanah dan juga bangku mejanya masih memprihatinkan.
Kepala Sekolah SDN Mata Wee Tame Simon B Buma mengatakan sekolah itu dibangun pada November tahun 2013 karena permintaan masyarakat dan dibangun dari hasil swadaya masyarakat di desa Lolowano. Bahkan lahan yang digunakan untuk membangun gedung sekolah sekolah itu berasal dari salah seorang warga di desa tersebut.
"Pembangunan sekolah ini karena untuk menuju ke sekolah induk, 126 siswa yang rumahnya jauh harus menempuh perjalanan kurang lebih enam kilometer. Belum lagi hari melewati hutan dan lembah. Karena itulah sekolah ini dibangun walaupun hanya darurat saja," ujar Simon yang baru pada 2016 menjabat sebagai kepala Sekolah di SDN tersebut.
Untuk mebangun sekolah itu, warga kemudian membeli sejumlah bahan bangunan, seperti semen, membeli meja dan kursi serta seng kemudian bergotong- royong membangun sekolah itu.
"Ya hasilnya seperti sekarang ini. Yang penting anak-anak ini bisa sekolah dan jaraknya tidak jauh lagi dari rumah," ujar Daniel Umbu orang tua wali murid di Desa Lolowano.
Ia mengatakan warga setempat sepakat bahwa pendidikan bagi anak-anak harus ditingkatkan, sehingga kelak nasib anak-anak mereka tidak seperti nasib orang tua yang hanya sebagai petani.
Baginya, kunjungan dari KFC Indonesia dan Komunitas 1000 Guru adalah bagian dari motivasi bagi anak-anak di desa itu khususnya bagi orang tua di desa itu.
"Masak anak-anak muda ini dari Jakarta peduli sama pendidikan anak-anak kami, sedangkan kami hanya acuh tak acuhkan itu tidak mungkin," ujarnya sambil tersenyum malu.
Belajar dan bermain ruang kelas, mulai dari kelas 1 hingga 6 ramai olah suara para pelajar serta relawan-relawan pengajar dari KFC Indonesia dan Komunitas 1000 Guru.
Masing-masing relawan di setiap kelas mempunyai cara tersendiri agar apa yang diajarkan bisa dimengerti oleh para pelajar di sekolah itu.
Berbagai alat peraga disiapkan, mulai dari alat peraga mengenal tubuh, alat peraga berhitung serta alat peraga yang berkaitan dengan upaya mengenal Indonesia.
Yang menarik adalah di ruang kelas empat, dimana para relawannya menggunakan alat peraga dan hiasan kepala yang berbentuk garuda Indonesia lambang negara Indonesia dengan ikatan kepala bendera merah putih.
"Kita sengaja desain hiasan kepalanya dengan lambang burung garuda serta bendera Merah Putih ikat kepalanya agar anak-anak ini lebih mengenal apa itu Bhinneka Tungga Ika yang menjadi pemersatu bangsa ini. Apalagi adik-adik kita di pedalaman ini," kata Rani Ramadhany seorang relawaan pengajar dari Komunitas 1000 Guru.
Usai belajar di ruangan kelas, anak-anak itu pun diajak untuk bermain di luar kelas, dengan tujuan agar tidak memberikan kesan yang bosan saat berada di dalam kelas.
Permainan yang dilakukan diluar kelas ada seperti kucing dan ayam, kemudian juga permainan hukuman yang bertujuan memberikan hiburan bagi anak-anak.
Tak terasa belajar dan bermain itu telah berjalan selama kurang lebih dua jam. Usai belajar, kepada anak-anak itu pun dibagikan makanan bergizi sebelum kembali ke rumahnya masing-masing yang jaraknya sangat jauh dari sekolah pararel tersebut dengan cara berjalan kaki.
"Smart Center" Kehadiran KFC Indonesia dan Komunitas 1000 Guru di sekolah tersebut bagi Simon merupakan sebuah harapan baru bagi pembangunan gedung sekolah demi meningkatkan tingkat pendidikan di desa daerah itu.
"Masyarakat bahkan guru-guru disini bukan senang lagi, tetapi merasa sangat bersyukur karena sekolah yang dibangun itu akan dikunjungi serta akan ada bantuan bagi pembangunan sekolah serta bantuan fasilitas sekolah bagi anak-anak mereka," ujarnya sambil tersenyum.
Sebelumnya, lanjutnya , pemerintah daerah sudah mendata sekolah tersebut agar nantinya bisa membangun gedung sekolah yang layak bagi anak-anak mengantikan gedung yang sudah reot itu.
Namun rencana itu baru dibicarakan dan baru akan dibangun pada 2018 nanti, sehingga saat musim hujan nanti terpaksa 126 anak-anak di sekolah itu tak bisa bersekolah karena akibat gedung sekolahnya yang sudah tampak reot.
Kedatangan KFC Indonesia dan Komunitas 1000 Guru sendiri adalah menjadikan sekolah itu masuk dalam program "Smart Center" sekaligus mengajar dan memberikan inspirasi bagi anak-anak pedalaman.
Komunitas 1.000 Guru adalah gerakan inspirasi peduli pendidik dan pendidikan anak-anak pedalaman negeri yang digagas oleh dirinya pada 22 Agustus 2012. Memasuki tahun ke-5 komunitas itu sendiri telah hadir di 30 kota dan 34 provinsi di Indonesia.
Komunitas 1000 Guru terdiri atas relawan muda yang berasal dari latar belakang sosial dam profesi uang beragam namun memiliki kesamaan visi terhadap dunia pendidikan. Dan selama tahun 2014-2017 komunitas yang juga ada di Kupang tersebut telah membagikan 45 ribu tas sekolah, alat tulis dan penyuluhan kesehatan kepada 12.500 anak di seluruh Indonesia.
Jemi Ngadiono penggagas Komunitas 1000 Guru mengatakan untuk pembukaan Smart Center di SDN Pararel tersebut kurang lebih diikuti oleh 30 relawan dari berbagai profesi dan juga dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bogor, Surabaya,Yogyakarta, Cirebon,Aceh, Malang bahkan juga dari Kupang.
Program "Smart Center" sendiri merupakan salah satu program unggulan dari komunitas tersebut dalam hal pemberian makanan bernutrisi sehingga membantu anak-anak sekolah untuk bisa berkonsentrasi dalam belajar serta dapat membantu kehadiran murid di sekolah semakin tinggi.
"Sejak kami menjalankan program ini kami mendapatkan info bahwa saat ini anak-anak semakin rajin dalam belajar dan justru menbantu anak-anak lebih rajin datang ke sekolah," tuturnya.
Dalam sepekan kepada 126 anak di sekolah itu akan diberikan nutrisi selama tiga kali. Nutrisi yang diberikan seperti susu, telor dan bubur kacang hijau.
General Manager Marketing KFC Indonesia Hendra Yuniarto mengatakan dukungan KFC Indonesia kepada Komunitas 1000 Guru adalah dalam rangka memperluas jangkauan program ini (Smart Center) di 35 sekolah dasar yang meliputi 4.000 siswa di berbagai pedalaman Indonesia salah satunya di Sumba.
Tak hanya dukungan terhadap Komunitas itu dalam menjalankan program smart center, PT Fastfood Indonesia tersebut juga memberikan bantuan berupa pembangunan satu ruang kelas serta bantuan sarana air bersih di sekolah pararel tersebut.
"Pendidikan merupakan salah satu fokus dari program sosial KFC. Oleh karena itu KFC Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan dukungannya kepada program smart center yang dijalankan oleh Komunitas 1.000 Guru," tambahnya.
Harapannya melalui program smart center itu, anak-anak Indonesia di sekolah pedalaman semakin mempunyai semangat belajar yang tinggi serta lebih cerdas di bidang pendidikan.
Kornelis Kaha
Tags
Pendidikan