Peta administratif Sumatera Utara |
Pemilihan Gubernur Sumatera Utara memang masih delapan bulan lagi. Namun, bagi warga Sumut, dinamika yang muncul mungkin tidak kalah seru dibandingkan dengan hari pemungutan suara nantinya.
Dinamika itu sudah mulai hangat pada pertengahan tahun, dengan menjamurnya spanduk dan baliho yang berisi sosok-sosok yang mengisyaratkan kesiapan sebagai calon gubernur.
Dinamika yang paling menonjol diawali ketika Partai Golkar Sumatera Utara melalui rapat kerjanya mengeluarkan rekomendasi untuk mencalonkan ketuanya yang juga Bupati Langkat Ngogesa Sitepu sebagai calon gubernur. Rekomendasi itu diperkuat dengan hasil rapat pimpinan daerah partai tersebut. Semakin klop, kader di daerah menginginkan Ngogesa Sitepu sebagai calon Gubernur Sumatera Utara.
Namun anehnya, tiba-tiba Partai Golkar justru mengeluarkan rekomendasi untuk mencalonkan Erry Nuradi, "mantan" kadernya yang kini menjadi Ketua Partai Nasdem Sumatera Utara, sedangkan Ngogesa Sitepu diplot sebagai calon wakil gubernur.
Isi rekomendasi telah disosialisasikan ke kader partai yang dipimpin Surya Paloh tersebut dan seluruh pengurus di tingkat kabupaten dan kota.
Namun, dinamika "perjodohan" Erry Nuradi-Ngogesa Sitepu mulai terusik ketika Partai Nasdem membuat deklarasi tunggal dalam pencalonan Erry Nuradi.
Meski deklarasi yang dihadiri Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh itu dihadiri sejumlah petinggi Partai Golkar Sumatera Utara, tidak disinggung sedikit pun jika Erry Nuradi bakal dipasangkan dengan Ngogesa Sitepu.
Sempat menjadi gosip dalam perpolitikan di Sumatera Utara, muncul kekesalan dari kalangan Partai Golkar yang saat ini dinakhodai Setya Novanto atas deklarasi tersebut. Meski demikian, dengan kedewasaan politik yang dimiliki, petinggi kedua partai membantah adanya situasi yang tidak mengenakkan tersebut.
Baru beberapa hari gosip itu muncul, kalangan politikus dan pemerhati perpolitikan dikagetkan dengan informasi mundurnya Ketua Partai Golkar Sumut Ngogesa Sitepu sebagai bakal cawagub yang akan mendampingi Erry Nuradi.
Sekretaris Partai Golkar Sumatera Utara Irham Buana Nasution mengakui adanya rencana Ngogesa Sitepu untuk mengundurkan diri dari pencalonan.
Rencana mundur tersebut baru disampaikan Ngogesa Sitepu secara personal. Bupati Langkat itu berencana mengambil keputusan mundur dari pencalonan berdasarkan berbagai pertimbangan, di antaranya karena faktor kesehatan.
"Atau dengan kata lain, mundur atau mengundurkan diri dengan alasan kesehatan," katanya menegaskan.
Pihaknya menghargai sikap Ngogesa Sitepu tersebut karena diambil atas pertimbangan yang matang dan alasan yang objektif. Namun, menurut Irham Buana, tokoh yang masih menjabat sebagai Bupati Langkat tersebut masih menyatakan pengunduran diri secara personal.
Ngogesa Sitepu belum menyampaikan pengunduran diri sebagai bakal calon Wagub Sumatera Utara melalui rapat resmi, baik di tingkat provinsi maupun melibatkan pengurus kabupaten/kota.
Kepengurusan Partai Golkar Sumatera Utara akan segera menyelenggarakan rapat secara internal untuk membahas dan menentukan sikap atas pengunduran diri Ngogesa Sitepu dari bakal calon wagub tersebut.
Sekretaris Partai Nasdem Sumatera Utara Iskandar ST juga mengaku cukup terkejut ketika menerima informasi pengunduran diri Ngogesa Sitepu tersebut. Meski belum mendapatkan keterangan resmi dari Partai Golkar Sumatera Utara, pihaknya menghormati keputusan Ngogesa Sitepu.
Partai Nasdem tetap berharap dapat menjalin koalisi dengan Partai Golkar dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara meski pimpinan partai itu mengundurkan diri dari pencalonan.
Meski menghormati sikap dan keputusan Ngogesa Sitepu, Partai Nasdem Sumut terus berkeinginan agar komunikasi dan koalisi dengan Partai Golongan Karya tetap berlangsung.
Jika memang Ketua Partai Golkar Sumatera Utara Ngogesa Sitepu mengundurkan diri sebagai cawagub untuk mendampingi Ketua Partai Nasdem Sumatera Utara Erry Nuradi, pihaknya masih menunggu calon pengganti dari parpol berlambang pohon beringin itu. Jika Partai Golkar mengajukan nama lain sebagai bakal cawagub untuk mendampingi Erry Nuradi, pihaknya akan membawa nama tersebut untuk dibahas dan disetujui DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai Nasdem.
Secara kepartaian, kata Iskandar, niat mundur Ketua Partai Golkar Sumatera Utara Ngogesa Sitepu itu membuat Partai Nasdem merasa kehilangan sosok yang dianggap layak untuk mendampingi Erry Nuradi. Partai Nasdem Sumatera Utara belum memiliki pemikiran untuk mencari sosok dari parpol lain untuk mendampingi Erry Nuradi dalam pilgub yang digelar pada Juni 2018.
Pihaknya tidak membantah jika melakukan komunikasi politik dengan parpol karena Partai Nasdem hanya memiliki lima kursi di DPRD Sumut sehingga tidak dapat mencalonkan sendiri.
"Nasdem sangat fokus dan memprioritaskan Partai Golkar. Kemungkinan (koalisi, red.) selalu terbuka, tetapi kemungkinan besar tetap kita harapkan dari Partai Golkar," katanya.
Kejutan Pada awal November 2017, muncul kejutan ketika muncul foto Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara yang juga Bupati Simalungun J.R. Saragih bersama mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
Di sosial media, sempat diisukan jika Mumtaz Rais yang merupakan anak Amien Rais akan dijadikan calon Wakil Gubernur Sumatera Utara untuk mendamping J.R. Saragih.
Namun, kehebohan tersebut seperti sirna ketika Amien Rais memberikan keterangan langsung yang membantah "perjodohan politik" antara J.R. Saragih dan Mumtaz Rais.
Meski gosip tersebut mulai mendingin, dinamika mengenai sosok Saragih masih belum habis. Dinamika itu berkaitan dengan peluangnya untuk mengikuti Pilgub Sumatera Utara. Tidak terbantahkan, Partai Demokrat merupakan salah satu parpol besar di Sumatera Utara yang memiliki 14 kursi di lembaga legislatif tingkat provinsi.
Dengan keberadaan 14 kursi dan kapasitas Jopinus Ramli Saragih sebagai seorang bupati, seharusnya tidak sulit bagi Partai Demokrat Sumatera Utara untuk mencari mitra koalisi.
Partai berlogo Mercy binaan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu hanya tinggal mencari enam kursi lagi. Sebenarnya itu bisa didapatkan dari PAN (Partai Amanat Nasional) yang memiliki enam kursi atau mendekati PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang masing-masing memilik tiga kursi.
Namun Sekretaris Partai Demokrat Sumatera Utara Meilizar Latif menyatakan pihaknya hanya mendekati PAN yang memiliki enam kursi. Pihaknya juga optimistis PAN akan memberikan dukungan.
Namun, sejumlah petinggi PAN Sumatera Utara justru sering menggunakan slogan "Sumut Bermartabat" yang menjadi "trade mark" Edy Rahmayadi, salah satu bakal calon gubernur putera Sumatera Utara yang kini masih menjadi pangkostrad.
Lalu, bakal kemanakah dukungan PAN? Bakal berhasilkah J.R. Saragih mencalonkan diri? Seriuskah Ngogesa Sitepu mengundurkan diri? Atau justru merapat ke PDI Perjuangan? Kalau memang demikian, lalu apa parpol yang akan dipinang Erry Nuradi? Sementara isunya, Partai Gerindra, PKS, dan Partai Hanura juga akan mendukung Edy Rahmayadi. Bisa-bisa, Erry Nuradi yang merupakan calon petahana tak dapat perahu.
Ternyata, dinamika pilgub di Sumatera Utara memang seru. "Ngeri kali," kata orang Medan.
Irwan Arfa
Dinamika itu sudah mulai hangat pada pertengahan tahun, dengan menjamurnya spanduk dan baliho yang berisi sosok-sosok yang mengisyaratkan kesiapan sebagai calon gubernur.
Dinamika yang paling menonjol diawali ketika Partai Golkar Sumatera Utara melalui rapat kerjanya mengeluarkan rekomendasi untuk mencalonkan ketuanya yang juga Bupati Langkat Ngogesa Sitepu sebagai calon gubernur. Rekomendasi itu diperkuat dengan hasil rapat pimpinan daerah partai tersebut. Semakin klop, kader di daerah menginginkan Ngogesa Sitepu sebagai calon Gubernur Sumatera Utara.
Namun anehnya, tiba-tiba Partai Golkar justru mengeluarkan rekomendasi untuk mencalonkan Erry Nuradi, "mantan" kadernya yang kini menjadi Ketua Partai Nasdem Sumatera Utara, sedangkan Ngogesa Sitepu diplot sebagai calon wakil gubernur.
Isi rekomendasi telah disosialisasikan ke kader partai yang dipimpin Surya Paloh tersebut dan seluruh pengurus di tingkat kabupaten dan kota.
Namun, dinamika "perjodohan" Erry Nuradi-Ngogesa Sitepu mulai terusik ketika Partai Nasdem membuat deklarasi tunggal dalam pencalonan Erry Nuradi.
Meski deklarasi yang dihadiri Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh itu dihadiri sejumlah petinggi Partai Golkar Sumatera Utara, tidak disinggung sedikit pun jika Erry Nuradi bakal dipasangkan dengan Ngogesa Sitepu.
Sempat menjadi gosip dalam perpolitikan di Sumatera Utara, muncul kekesalan dari kalangan Partai Golkar yang saat ini dinakhodai Setya Novanto atas deklarasi tersebut. Meski demikian, dengan kedewasaan politik yang dimiliki, petinggi kedua partai membantah adanya situasi yang tidak mengenakkan tersebut.
Baru beberapa hari gosip itu muncul, kalangan politikus dan pemerhati perpolitikan dikagetkan dengan informasi mundurnya Ketua Partai Golkar Sumut Ngogesa Sitepu sebagai bakal cawagub yang akan mendampingi Erry Nuradi.
Sekretaris Partai Golkar Sumatera Utara Irham Buana Nasution mengakui adanya rencana Ngogesa Sitepu untuk mengundurkan diri dari pencalonan.
Rencana mundur tersebut baru disampaikan Ngogesa Sitepu secara personal. Bupati Langkat itu berencana mengambil keputusan mundur dari pencalonan berdasarkan berbagai pertimbangan, di antaranya karena faktor kesehatan.
"Atau dengan kata lain, mundur atau mengundurkan diri dengan alasan kesehatan," katanya menegaskan.
Pihaknya menghargai sikap Ngogesa Sitepu tersebut karena diambil atas pertimbangan yang matang dan alasan yang objektif. Namun, menurut Irham Buana, tokoh yang masih menjabat sebagai Bupati Langkat tersebut masih menyatakan pengunduran diri secara personal.
Ngogesa Sitepu belum menyampaikan pengunduran diri sebagai bakal calon Wagub Sumatera Utara melalui rapat resmi, baik di tingkat provinsi maupun melibatkan pengurus kabupaten/kota.
Kepengurusan Partai Golkar Sumatera Utara akan segera menyelenggarakan rapat secara internal untuk membahas dan menentukan sikap atas pengunduran diri Ngogesa Sitepu dari bakal calon wagub tersebut.
Sekretaris Partai Nasdem Sumatera Utara Iskandar ST juga mengaku cukup terkejut ketika menerima informasi pengunduran diri Ngogesa Sitepu tersebut. Meski belum mendapatkan keterangan resmi dari Partai Golkar Sumatera Utara, pihaknya menghormati keputusan Ngogesa Sitepu.
Partai Nasdem tetap berharap dapat menjalin koalisi dengan Partai Golkar dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara meski pimpinan partai itu mengundurkan diri dari pencalonan.
Meski menghormati sikap dan keputusan Ngogesa Sitepu, Partai Nasdem Sumut terus berkeinginan agar komunikasi dan koalisi dengan Partai Golongan Karya tetap berlangsung.
Jika memang Ketua Partai Golkar Sumatera Utara Ngogesa Sitepu mengundurkan diri sebagai cawagub untuk mendampingi Ketua Partai Nasdem Sumatera Utara Erry Nuradi, pihaknya masih menunggu calon pengganti dari parpol berlambang pohon beringin itu. Jika Partai Golkar mengajukan nama lain sebagai bakal cawagub untuk mendampingi Erry Nuradi, pihaknya akan membawa nama tersebut untuk dibahas dan disetujui DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai Nasdem.
Secara kepartaian, kata Iskandar, niat mundur Ketua Partai Golkar Sumatera Utara Ngogesa Sitepu itu membuat Partai Nasdem merasa kehilangan sosok yang dianggap layak untuk mendampingi Erry Nuradi. Partai Nasdem Sumatera Utara belum memiliki pemikiran untuk mencari sosok dari parpol lain untuk mendampingi Erry Nuradi dalam pilgub yang digelar pada Juni 2018.
Pihaknya tidak membantah jika melakukan komunikasi politik dengan parpol karena Partai Nasdem hanya memiliki lima kursi di DPRD Sumut sehingga tidak dapat mencalonkan sendiri.
"Nasdem sangat fokus dan memprioritaskan Partai Golkar. Kemungkinan (koalisi, red.) selalu terbuka, tetapi kemungkinan besar tetap kita harapkan dari Partai Golkar," katanya.
Kejutan Pada awal November 2017, muncul kejutan ketika muncul foto Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara yang juga Bupati Simalungun J.R. Saragih bersama mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
Di sosial media, sempat diisukan jika Mumtaz Rais yang merupakan anak Amien Rais akan dijadikan calon Wakil Gubernur Sumatera Utara untuk mendamping J.R. Saragih.
Namun, kehebohan tersebut seperti sirna ketika Amien Rais memberikan keterangan langsung yang membantah "perjodohan politik" antara J.R. Saragih dan Mumtaz Rais.
Meski gosip tersebut mulai mendingin, dinamika mengenai sosok Saragih masih belum habis. Dinamika itu berkaitan dengan peluangnya untuk mengikuti Pilgub Sumatera Utara. Tidak terbantahkan, Partai Demokrat merupakan salah satu parpol besar di Sumatera Utara yang memiliki 14 kursi di lembaga legislatif tingkat provinsi.
Dengan keberadaan 14 kursi dan kapasitas Jopinus Ramli Saragih sebagai seorang bupati, seharusnya tidak sulit bagi Partai Demokrat Sumatera Utara untuk mencari mitra koalisi.
Partai berlogo Mercy binaan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu hanya tinggal mencari enam kursi lagi. Sebenarnya itu bisa didapatkan dari PAN (Partai Amanat Nasional) yang memiliki enam kursi atau mendekati PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang masing-masing memilik tiga kursi.
Namun Sekretaris Partai Demokrat Sumatera Utara Meilizar Latif menyatakan pihaknya hanya mendekati PAN yang memiliki enam kursi. Pihaknya juga optimistis PAN akan memberikan dukungan.
Namun, sejumlah petinggi PAN Sumatera Utara justru sering menggunakan slogan "Sumut Bermartabat" yang menjadi "trade mark" Edy Rahmayadi, salah satu bakal calon gubernur putera Sumatera Utara yang kini masih menjadi pangkostrad.
Lalu, bakal kemanakah dukungan PAN? Bakal berhasilkah J.R. Saragih mencalonkan diri? Seriuskah Ngogesa Sitepu mengundurkan diri? Atau justru merapat ke PDI Perjuangan? Kalau memang demikian, lalu apa parpol yang akan dipinang Erry Nuradi? Sementara isunya, Partai Gerindra, PKS, dan Partai Hanura juga akan mendukung Edy Rahmayadi. Bisa-bisa, Erry Nuradi yang merupakan calon petahana tak dapat perahu.
Ternyata, dinamika pilgub di Sumatera Utara memang seru. "Ngeri kali," kata orang Medan.
Irwan Arfa
Tags
Sosial Politik