Denpasar, 1/10 (Benhil) - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, wilayah timur Bali, yang memiliki ketinggian 3.143 meter, sejak 22 September 2017 berstatus Awas, Level IV. Hingga Minggu (1/10) telah memasuki hari kesepuluh, tetap mempunyai potensi erupsi, dengan estimasi ketinggian letusan 5-10 kilometer.
Sejak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meningkatkan status Gunung Agung menjadi Awas, wilayah steril yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung itu, diperluas menjadi sembilan kilometer.
Selain itu ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah Utara, Timur Laut, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sehingga kawasan yang berbahaya dalam radius 12 kilometer dari Gunung Agung harus dikosongkan.
Meskipun aktivitas gunung terus meningkat, hanya masyarakat di 27 desa di lereng Gunung Agung yang masuk dalam kawasan rawan bencana yang diwajibkan untuk mengungsi ke tempat aman, seperti ditegaskan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Dengan demikian sebanyak 51 desa lainnya dari 78 desa yang ada di Kabupaten Karangasem diprediksi tidak masuk wilayah terdampak erupsi Gunung Agung dan warga dari daerah tersebut disarankan kembali ke desa masing-masing.
Total pengungsi hingga Jumat (29/9) malam 144.380 orang tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya sekitar 70 ribu orang.
Jika masyarakat itu dibiarkan di pengungsian dikhawatirkan beban pemerintah dan tim penanggulangan bencana sangat berat. Untuk itu perlu kesadaran dan pengertian masyarakat untuk kembali dan mengikuti instruksi dari petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) setempat.
Ke-27 desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Agung yang diwajibkan mengungsi terdiri atas tujuh desa di Kecamatan Kubu meliputi Desa Tulamben, Kubu, Dukuh, Baturinggit, Sukadana dan Tianyar (Tianyar tengah dan barat aman).
Lima desa di Kecamatan Abang terdiri atas Desa Pidpid (bagian atas), Nawekerti, Kesimpar, Datah (bagian atas) dan Ababi (atas dan barat). Di Kecamatan Karangasem tiga desa meliputi Padangkerta, Subagan dan Kelurahan Karangasem (dekat Tukad Janga).
Di Kecamatan Bebandem terdapat empat desa yang warganya harus mengungsi meliputi Buwana Giri (bagian atas), Budekeling (dekat Sungai Embah Api), Bebandem (bagian atas) dan Jungutan.
Warga dari desa-desa di Kecamatan Selat dan Rendang juga wajib mengungsi yakni Duda Utara, Amerta Buwana, Sebudi, Peringsari, Muncan, Besakih, Menanga dan Pembatan.
Bekerja cepat Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku bingung masyarakat yang mengungsi terus membengkak, karena kekhawatiran, rasa panik dan tidak memiliki pengetahuan tentang kebencanaan.
Oleh sebab itu tim penanggulangan bencana diminta bekerja cepat mengembalikan para pengungsi yang ada di luar KRB ke desa masing-masing untuk beraktivitas seperti biasa.
"Saya yang menjamin jika masyarakat yang tinggal di luar kawasan rawan bencana (KRB) aman. Jika memang terjadi letusan baru kemudian dilakukan tindakan pengamanan lanjutan," ujar Gubernur Pastika.
Sementara Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani menyatakan tidak bisa memprediksi kapan Gunung Agung meletus meskipun aktivitas vulkaniknya semakin meningkat, sesuai hasil pengamatan di pos pemantauan di wilayah Rendang.
Setiap gunung memang memiliki sifat masing-masing yang tidak dapat diprediksi waktu erupsinya secara pasti. Terlebih Gunung Agung yang telah "istirahat" selama 54 tahun sejak meletus terakhir tahun 1963.
Sebelumnya gunung tertinggi di Bali itu pernah tiga kali meletus yakni tahun 1808, kemudian 13 tahun kembali erupsi tahun 1821 dan yang ketiga pada 1843 atau berselang selama 22 tahun.
Aktivitas vulkanik di Gunung Agung terkait jumlah kuantitas dan kualitas gempa yang fluktuatif, kadang naik kadang turun. Secara umum tingkat gempanya sangat tinggi dan potensi letusan pun tetap tinggi.
PVMBG tidak dapat memastikan perkiraan letusan Gunung Agung sama dengan Merapi di Yogyakarta yakni menjelang letusan (erupsi) terjadi penurunan kuantitas dan kualitas gempa vulkanik, namun, mengalami kenaikan gempa vulkanik.
PVMBG mencatat aktivitas Gunung Agung (3.142 mdpl) periode pengamatan (29/9) terpantau cuaca cerah. Angin bertiup lemah ke arah barat. Suhu udara 20-23 celcius dan kelembaban udara 90-92 persen.
Asap kawah muncul bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tipis dan tinggi 50-200 meter di atas kawah puncak. Aktivitas kegempaan vulkanik dangkal dengan jumlah 40, Amplitudo: 2-5 mm dengan durasi antara 7-10 detik).
Vulkanik dalam dengan jumlah sebanyak 125, Amplitudo antara 4-8 mm dengan durasi antara 10-30 detik. Tektonik Lokal degan jumlah lima, amplitudo 8 mm, S-P: 6-9 detik Durasi: 40-65 detik). Gempa terasa dengan jumlah satu, Amplitudo: 8 mm, S-P: 0 detik dan dengan durasi 65 detik.
Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei, memuji upaya pemerintah daerah di Pulau Dewata dalam menangani 144.389 orang pengungsi tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.
Kerja sama dari seluruh elemen masyarakat di Bali sangat baik, sehingga dalam situasi darurat menjadi lebih mudah ditangani. Masyarakat bahu membahu membantu menghimpun dana secara sukarela, hingga menyediakan tempat pengungsian.
Tugas ke depan adalah bagaimana percepatan pengendalian pengungsi di lapangan. Yang mengungsi hanya yang tinggal di wilayah KRB. Yang lain (status aman) kembali ke rumah masing-masing. Masalah yang juga penting adalah penanganan ternak ke wilayah aman yang sudah dilakukan.
Sejak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meningkatkan status Gunung Agung menjadi Awas, wilayah steril yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung itu, diperluas menjadi sembilan kilometer.
Selain itu ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah Utara, Timur Laut, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sehingga kawasan yang berbahaya dalam radius 12 kilometer dari Gunung Agung harus dikosongkan.
Meskipun aktivitas gunung terus meningkat, hanya masyarakat di 27 desa di lereng Gunung Agung yang masuk dalam kawasan rawan bencana yang diwajibkan untuk mengungsi ke tempat aman, seperti ditegaskan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Dengan demikian sebanyak 51 desa lainnya dari 78 desa yang ada di Kabupaten Karangasem diprediksi tidak masuk wilayah terdampak erupsi Gunung Agung dan warga dari daerah tersebut disarankan kembali ke desa masing-masing.
Total pengungsi hingga Jumat (29/9) malam 144.380 orang tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya sekitar 70 ribu orang.
Jika masyarakat itu dibiarkan di pengungsian dikhawatirkan beban pemerintah dan tim penanggulangan bencana sangat berat. Untuk itu perlu kesadaran dan pengertian masyarakat untuk kembali dan mengikuti instruksi dari petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) setempat.
Ke-27 desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Agung yang diwajibkan mengungsi terdiri atas tujuh desa di Kecamatan Kubu meliputi Desa Tulamben, Kubu, Dukuh, Baturinggit, Sukadana dan Tianyar (Tianyar tengah dan barat aman).
Lima desa di Kecamatan Abang terdiri atas Desa Pidpid (bagian atas), Nawekerti, Kesimpar, Datah (bagian atas) dan Ababi (atas dan barat). Di Kecamatan Karangasem tiga desa meliputi Padangkerta, Subagan dan Kelurahan Karangasem (dekat Tukad Janga).
Di Kecamatan Bebandem terdapat empat desa yang warganya harus mengungsi meliputi Buwana Giri (bagian atas), Budekeling (dekat Sungai Embah Api), Bebandem (bagian atas) dan Jungutan.
Warga dari desa-desa di Kecamatan Selat dan Rendang juga wajib mengungsi yakni Duda Utara, Amerta Buwana, Sebudi, Peringsari, Muncan, Besakih, Menanga dan Pembatan.
Bekerja cepat Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku bingung masyarakat yang mengungsi terus membengkak, karena kekhawatiran, rasa panik dan tidak memiliki pengetahuan tentang kebencanaan.
Oleh sebab itu tim penanggulangan bencana diminta bekerja cepat mengembalikan para pengungsi yang ada di luar KRB ke desa masing-masing untuk beraktivitas seperti biasa.
"Saya yang menjamin jika masyarakat yang tinggal di luar kawasan rawan bencana (KRB) aman. Jika memang terjadi letusan baru kemudian dilakukan tindakan pengamanan lanjutan," ujar Gubernur Pastika.
Sementara Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani menyatakan tidak bisa memprediksi kapan Gunung Agung meletus meskipun aktivitas vulkaniknya semakin meningkat, sesuai hasil pengamatan di pos pemantauan di wilayah Rendang.
Setiap gunung memang memiliki sifat masing-masing yang tidak dapat diprediksi waktu erupsinya secara pasti. Terlebih Gunung Agung yang telah "istirahat" selama 54 tahun sejak meletus terakhir tahun 1963.
Sebelumnya gunung tertinggi di Bali itu pernah tiga kali meletus yakni tahun 1808, kemudian 13 tahun kembali erupsi tahun 1821 dan yang ketiga pada 1843 atau berselang selama 22 tahun.
Aktivitas vulkanik di Gunung Agung terkait jumlah kuantitas dan kualitas gempa yang fluktuatif, kadang naik kadang turun. Secara umum tingkat gempanya sangat tinggi dan potensi letusan pun tetap tinggi.
PVMBG tidak dapat memastikan perkiraan letusan Gunung Agung sama dengan Merapi di Yogyakarta yakni menjelang letusan (erupsi) terjadi penurunan kuantitas dan kualitas gempa vulkanik, namun, mengalami kenaikan gempa vulkanik.
PVMBG mencatat aktivitas Gunung Agung (3.142 mdpl) periode pengamatan (29/9) terpantau cuaca cerah. Angin bertiup lemah ke arah barat. Suhu udara 20-23 celcius dan kelembaban udara 90-92 persen.
Asap kawah muncul bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tipis dan tinggi 50-200 meter di atas kawah puncak. Aktivitas kegempaan vulkanik dangkal dengan jumlah 40, Amplitudo: 2-5 mm dengan durasi antara 7-10 detik).
Vulkanik dalam dengan jumlah sebanyak 125, Amplitudo antara 4-8 mm dengan durasi antara 10-30 detik. Tektonik Lokal degan jumlah lima, amplitudo 8 mm, S-P: 6-9 detik Durasi: 40-65 detik). Gempa terasa dengan jumlah satu, Amplitudo: 8 mm, S-P: 0 detik dan dengan durasi 65 detik.
Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei, memuji upaya pemerintah daerah di Pulau Dewata dalam menangani 144.389 orang pengungsi tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.
Kerja sama dari seluruh elemen masyarakat di Bali sangat baik, sehingga dalam situasi darurat menjadi lebih mudah ditangani. Masyarakat bahu membahu membantu menghimpun dana secara sukarela, hingga menyediakan tempat pengungsian.
Tugas ke depan adalah bagaimana percepatan pengendalian pengungsi di lapangan. Yang mengungsi hanya yang tinggal di wilayah KRB. Yang lain (status aman) kembali ke rumah masing-masing. Masalah yang juga penting adalah penanganan ternak ke wilayah aman yang sudah dilakukan.
Tags
Bali