Jakarta, 14/10 (Benhil) - Ujang, salah seorang floris di Jakarta Selatan, terpaksa sibuk bolak-balik mengantarkan karangan bunga ke kantor Pemda DKI Jakarta. Bersama anak buahnya, ia kelihatan sibuk mendirikan karangan dan tampak sumringah karena melonjaknya order karangan bunga ucapan terima kasih untuk mantan Gubernur Ahok-Djarot.
Pemda DKI kembali dibanjiri karangan bunga terkait dengan berakhirnya masa kepemimpinan Djarot pada Sabtu, 14 Oktober 2017. Atau beberapa hari sebelum pelantikan Anies Baswedan - Sandiaga Uno sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober nanti dimana Presiden Jokowi akan melakukan pelantikan tersebut.
Sebuah jabatan yang prestisius karena Jakarta adalah ibukota negara Indonesia yang menjadi barometer dalam banyak hal.
Karena banyaknya karangan bunga, seolah-olah ratusan macam bunga ikut berbicara tentang Ahok, panggilan akrab Basuki Tjahaja Purnama, dan Djarot Saiful Hidayat.
Berbagai macam karangan bunga berbicara tentang Ahok-Djarot, di antaranya "Pak Ahok dan Pak Djarot, Jakarta akan selalu kangen dengan kiprahmu.Terima kasih telah memberikan yang terbaik untuk Jakarta." (Christi) Kalimat apresiasi atau dukungan ini, hanya satu dari ratusan kalimat yang sangat mencolok dituliskan dalam karangan bunga yang ditaruh di pelataran Gedung Pemda DKI, Jakarta Pusat selama seminggu terakhir sebelum berakhirnya kepemimpinan Djarot sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Kami berterima kasih atas segala bentuk apresiasi warga Jakarta melalui karangan bunga. Tentu saja dalam masa pemerintahan kami, Pak Jokowi, Ahok dan saya masih banyak kekurangan, tentu saja kekurangan harus diperbaiki di masa yang akan datang," ujar Gubernur DKI Djarot, yang juga mantan Wali Kota Blitar Jawa Timur itu.
Serbuan karangan bunga, dalam jumlah yang besar, ke kantor Pemda DKI Jakarta di kawasan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat ini bukanlah yang pertama, Sebelumnya, serbuan karangan bunga dari para pendukung Ahok-Djarot dari berbagai wilayah menghiasi halaman kantor Pemda, bahkan sampai ke trotoar jalan Merdeka Selatan, setelah pasangan Ahok-Djarot kalah dalam Pilkada putaran ke-2.
Memberikan karangan bunga dalam jumlah besar, apalagi untuk pasangan yang kalah Pilkada, merupakan fenomena politik baru. Belum pernah terjadi fenomena ini sebelumnya. Apalagi fenomena tersebut muncul lagi ketika masa pengabdian Ahok-Djarot berakhir.
Menurut pengamat sosial politik The Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, karangan bunga tersebut merupakan ekspresi kecintaan warga pada Ahok. Selain itu, kata dia, hal itu juga bentuk kerinduan warga kepada sosok pemimpin seperti Ahok.
"Pemberian karangan bunga adalah salah satu dari sekian banyak ekspresi yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta. Hal itu mencerminkan Ahok masih ada di hati sebagian warga Jakarta dan bahkan ada di hati sebagian masyarakat Indonesia," kata Karyono.
Kontroversi Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta memang kontroversial dalam artian gaya kepemimpinan memiliki daya tarik dan daya tolak yang sama kuat. Di kalangan pendukungnya, Ahok sosok pemimpin yang visioner, tegas berani dan pekerja keras untuk melayani warga dan mendahulukan kepentingan warga.
Berbagai gaya kepemimpinan Ahok yang banyak menarik simpati di antaranya adalah berani melawan politisi DPRD dalam soal penglelolaan APBD, membangun MRT dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas, membangun simpang susun jembatan Semanggi, menghapus Kalijodo sebagai tempat prostitusi dengan taman bermain, membangun, masjid di kantor Pemda DKI dan Masjid Raya Hasyim Asyari Tapi bagi kalangan yang mengkritisi melihat Ahok sebagai pemimpin yang kurang sopan dalam bicara, sering marah-marah, main gusur pemukiman rakyat kecil, dan dugaan korupsi dalam kasus pembeliaan lahan sumber waras dan reklamasi, dan penghinaan terhadap ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51.
Walaupun ada plus dan minus, Ahok pernah menjadi gubernur DKI Jakarta. Gubernur Ibukota Indonesia dari keturunan Tionghoa. Ahok hanya gagal untuk menjadi gubernur DKI Jakarta untuk periode ke-2.
Barometer Terlepas dari kontroversi kepemimpinan Ahok-Djarot, serbuan karangan bunga di kantor Pemda DKI Jakarta sebagai ekspresi kecintaan dan respek warga kepada Ahok-Djarot menjadi barometer dan beban bagi gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno.
Apakah mereka mampu membangun kecintaan warga DKI Jakarta yang sama seperti Ahok-Djarot atau berhasil lebih baik lagi.
Fenomena serbuan karangan bunga juga bisa menjadi tolok ukur bagi kepala daerah mana pun untuk bekerja membangun daerah secara sungguh-sungguh dengan hasil yang konkrit, sekaligus membangun kecintaan warga yang cukup fanatic sehingga banyak mendapatkan apresiasi melalui karangan bunga setelah masa tugas pengabdiannya selesai, kata pengamat politik Syamsudin Haris. (Ben/An)
Adi Lazuardi
Pemda DKI kembali dibanjiri karangan bunga terkait dengan berakhirnya masa kepemimpinan Djarot pada Sabtu, 14 Oktober 2017. Atau beberapa hari sebelum pelantikan Anies Baswedan - Sandiaga Uno sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober nanti dimana Presiden Jokowi akan melakukan pelantikan tersebut.
Sebuah jabatan yang prestisius karena Jakarta adalah ibukota negara Indonesia yang menjadi barometer dalam banyak hal.
Karena banyaknya karangan bunga, seolah-olah ratusan macam bunga ikut berbicara tentang Ahok, panggilan akrab Basuki Tjahaja Purnama, dan Djarot Saiful Hidayat.
Berbagai macam karangan bunga berbicara tentang Ahok-Djarot, di antaranya "Pak Ahok dan Pak Djarot, Jakarta akan selalu kangen dengan kiprahmu.Terima kasih telah memberikan yang terbaik untuk Jakarta." (Christi) Kalimat apresiasi atau dukungan ini, hanya satu dari ratusan kalimat yang sangat mencolok dituliskan dalam karangan bunga yang ditaruh di pelataran Gedung Pemda DKI, Jakarta Pusat selama seminggu terakhir sebelum berakhirnya kepemimpinan Djarot sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Kami berterima kasih atas segala bentuk apresiasi warga Jakarta melalui karangan bunga. Tentu saja dalam masa pemerintahan kami, Pak Jokowi, Ahok dan saya masih banyak kekurangan, tentu saja kekurangan harus diperbaiki di masa yang akan datang," ujar Gubernur DKI Djarot, yang juga mantan Wali Kota Blitar Jawa Timur itu.
Serbuan karangan bunga, dalam jumlah yang besar, ke kantor Pemda DKI Jakarta di kawasan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat ini bukanlah yang pertama, Sebelumnya, serbuan karangan bunga dari para pendukung Ahok-Djarot dari berbagai wilayah menghiasi halaman kantor Pemda, bahkan sampai ke trotoar jalan Merdeka Selatan, setelah pasangan Ahok-Djarot kalah dalam Pilkada putaran ke-2.
Memberikan karangan bunga dalam jumlah besar, apalagi untuk pasangan yang kalah Pilkada, merupakan fenomena politik baru. Belum pernah terjadi fenomena ini sebelumnya. Apalagi fenomena tersebut muncul lagi ketika masa pengabdian Ahok-Djarot berakhir.
Menurut pengamat sosial politik The Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, karangan bunga tersebut merupakan ekspresi kecintaan warga pada Ahok. Selain itu, kata dia, hal itu juga bentuk kerinduan warga kepada sosok pemimpin seperti Ahok.
"Pemberian karangan bunga adalah salah satu dari sekian banyak ekspresi yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta. Hal itu mencerminkan Ahok masih ada di hati sebagian warga Jakarta dan bahkan ada di hati sebagian masyarakat Indonesia," kata Karyono.
Kontroversi Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta memang kontroversial dalam artian gaya kepemimpinan memiliki daya tarik dan daya tolak yang sama kuat. Di kalangan pendukungnya, Ahok sosok pemimpin yang visioner, tegas berani dan pekerja keras untuk melayani warga dan mendahulukan kepentingan warga.
Berbagai gaya kepemimpinan Ahok yang banyak menarik simpati di antaranya adalah berani melawan politisi DPRD dalam soal penglelolaan APBD, membangun MRT dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas, membangun simpang susun jembatan Semanggi, menghapus Kalijodo sebagai tempat prostitusi dengan taman bermain, membangun, masjid di kantor Pemda DKI dan Masjid Raya Hasyim Asyari Tapi bagi kalangan yang mengkritisi melihat Ahok sebagai pemimpin yang kurang sopan dalam bicara, sering marah-marah, main gusur pemukiman rakyat kecil, dan dugaan korupsi dalam kasus pembeliaan lahan sumber waras dan reklamasi, dan penghinaan terhadap ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51.
Walaupun ada plus dan minus, Ahok pernah menjadi gubernur DKI Jakarta. Gubernur Ibukota Indonesia dari keturunan Tionghoa. Ahok hanya gagal untuk menjadi gubernur DKI Jakarta untuk periode ke-2.
Barometer Terlepas dari kontroversi kepemimpinan Ahok-Djarot, serbuan karangan bunga di kantor Pemda DKI Jakarta sebagai ekspresi kecintaan dan respek warga kepada Ahok-Djarot menjadi barometer dan beban bagi gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno.
Apakah mereka mampu membangun kecintaan warga DKI Jakarta yang sama seperti Ahok-Djarot atau berhasil lebih baik lagi.
Fenomena serbuan karangan bunga juga bisa menjadi tolok ukur bagi kepala daerah mana pun untuk bekerja membangun daerah secara sungguh-sungguh dengan hasil yang konkrit, sekaligus membangun kecintaan warga yang cukup fanatic sehingga banyak mendapatkan apresiasi melalui karangan bunga setelah masa tugas pengabdiannya selesai, kata pengamat politik Syamsudin Haris. (Ben/An)
Adi Lazuardi
Tags
Aktual